image

MENABUR PUPUK : Petani menaburkan pupuk pada lahan pertaniannya di Dukuh/Desa Trosemi, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. (suaramerdeka.com / Asep Abdullah)

27 April 2018 | 09:07 WIB | Liputan Khusus

Hasil Berlipat Ganda, Anak Pun Jadi Sarjana

  • Petani Menggunakan Pupuk Urea

Bertahun-tahun lamanya petani di Kabupaten Sukoharjo memanfaatkan produk unggulan pupuk urea yang diproduksi oleh PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang. Ada berbagai cerita, berikut laporannya.

SENGATAN  matahari tidak membuat nyali Paiman ciut. Petani 60 tahun itu, begitu giat menyiangi tanaman padinya, bak rasa kasih sayangnya pada anak. Sembari menyeka cucuran keringat yang membasahi kulit, Paiman sesekali mengucapkan syukur. Karena sejak memutuskan pulang beberapa tahun lalu ke kampung halaman dan mengolah sawah di Desa Mulur Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, dia bisa melihat ketiga anaknya merengkuh gelar sarjana. “Berkat lahan namung 2.000 meter (Berkat tanah yang hanya 2.000 meter),” katanya dalam bahasa campuran, Indonesia dan Jawa.

Ya, Paiman yang lulusan SD itu, sempat mengadu nasib bersama istri Mariyani (59) mengikuti program transmigrasi di pedalaman Sumatera, pada 1996. Namun 2013 dia pulang, karena ketiga anaknya yang tinggal di rumah kakeknya itu memasuki SMA dan perkuliahan. Meskipun hanya mengelola tanah sepetak (2.000 meter), dia mampu mewujudkan mimpi anaknya mendapatkan predikat S1. Dia tidak bisa membayangkan jika tidak ada pupuk urea selama menanam. “Panen saget ambyar nek mboten enten pupuk. Untung enten  (Panen bisa hancur kalau tidak ada pupuk. Beruntung ada),” ungkap dia.

Dia menceritakan, tidak hanya sebatas panen lancar. Tetapi menurut dia, hasil panenan juga berlipat ganda atau melebihi ekspektasinya. Selama masa tanam padi antara tiga hingga empat bulan, dia membutuhkan beberapa jenis pupuk. Di antaranya urea yang paling penting untuk pemupukan saat padi berusia 0-40 hari. Bahkan harga pupuk urea yang disubsidi, dari Rp 4.950/kg menjadi Rp 1.800/kg, menolong dirinya. “Alhamdulillah setiap panenan pasti dapat uang bersih Rp 5 juta-an. Bisa buat bayar kuliah anak-anak kala itu. Kalau kurang, saya juga nyambi bengkel kecil-kecilan di rumah,” tuturnya.

Serupa dengan Nur Jito. Petani 56 tahun di Desa Trosemi, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo yang bahkan sudah belasan tahun memakai urea, merasakan khasiat pupuk dari PT Pusri Palembang itu. Meskipun hanya menjadi penggarap lahan milik kakaknya seluas satu hektare, tetapi berkuasa penuh merawat padi dari pembibitan hingga panen. Dikatakan, selama tanam dia lebih banyak menggunakan pupuk urea sebesar 40 persen. Sisanya untuk sejumlah pupuk lain yang memiliki fungsi berbeda. “Persentase 40:30:30. Jadi yang 40 persen urea. Ya untuk memekarkan dan hijau daunnya,” aku dia.

Bahkan, nasibnya tidak jauh berbeda dengan Paiman. Pak Nur sapaannya, juga berhasil mengantarkan puterinya merengkuh gelar sarjana. Meskipun hanya penggarap sawah, tetapi uang dari jerih payahnya merawat padi, bisa membuatnya lega sebagai orangtua. Dia bercerita jika hatinya sempat hancur, karena pernah mengurangi jumlah pupuk urea, sehingga hasil padinya merosot drastis. “Jika rutin pemupukan dapat lima ton. Tapi pernah saya kurangi, hasil panen jeblok hanya tiga ton. Jika jeblok otomatis pendapatan untuk saya juga turun. Padahal untuk kebutuhan anak kuliah dan istri,” jelasnya.

Pengawasan dan Surplus Beras

Ketua Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) Colo Timur Kabupaten Sukoharjo, Jigong Sarjanto menerangkan, jika pupuk menjadi bagian paling penting dalam kehidupan pertanian. Selama bertahun tahun lamanya, di Kota Makmur (sebutan Kabupaten Sukoharjo), mendapatkan beberapa jenis pupuk bersubsidi dari pemerintah. Di antaranya yang paling menentukan kualitas dan kuantitas panenan yakni pupuk urea yang digunakan saat awal penanaman hingga padi tumbuh dewasa. “Urea paling urgent(penting). Sebelum 1980 petani sudah pakai buatan PT Pusri itu, sampai sekarang,” terang dia.

Jigong yang memiliki puluhan ribu anggota di sejumlah kecamatan itu memaparkan, pupuk urea sudah berbicara banyak untuk pertanian di Kota Makmur. Bahkan agar tidak terjadi kebocoran dalam upaya penyaluran pupuk ke petani, Pemprov Jateng bersama Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo memberikan Kartu Tani. Di samping untuk memeratakan kebutuhan pupuk sesuai dengan luasan lahan milik petani, juga untuk melindungi petani dari kelangkaan pupuk. “Soalnya kalau barang itu sampai langka atau sulit, hidup petani akan ikut sulit. Makanya kami ikut mengawasi,” paparnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo, Netty Harjanti membenarkan, pupuk yang digunakan petani salah satunya berasal dari PT Pusri Palembang, yakni urea. Mengingat saat ini padi yang ditanam mayoritas adalah jenis unggul dengan masa panen lebih cepat, maka pupuk menjadi barang sangat berharga bagi petani. Pasalnya hasil pertanian akan jauh berbeda, antara yang diberi pupuk dan tidak diberi pupuk. “Jadi untuk umur nol sampai dengan 105 atau memasuki masa panen, pupuknya ada beberapa jenis. Di antaranya jenis pupuk urea yang mengandung nitrogen,” imbuh dia.

Netty menambahkan, dari total 50 ribu petani di 12 kecamatan yang menggarap lahan seluas 20.617 haktere, mereka mendapatkan pasokan pupuk urea bersubsidi buatan PT Pusri Palembang sebanyak 12.500 kg per masa tanam (MT). Pasokan tersebut menurut dia, sudah sesuai dengan kebutuhan dan dosis. Bahkan berkat kelancaran pasokan pupuk saat MT I, II dan III, setiap tahunnya Kota Makmur dinyatakan surplus beras. Adapun setahun petani bisa menghasilkan 399.000 ton gabah kering giling.

“Angka itu membuat kami surplus  beras sebanyak 135 ton per tahun. Bahkan hasil pertanian itu ikut menjadi penyangga pangan kabupaten/kota lain di karesidenan Solo Raya. Banyak juga diambil distributor dari Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,” ungkap dia.

(Asep Abdullah /SMNetwork /CN26 )

NEWS TERKINI