image

Foto: suaramerdeka.com / dok

25 April 2018 | 09:42 WIB | Liputan Khusus

Kebangkitan dan Tantangan Komik Indonesia

DUA  tahun terakhir, terjadi ledakan Komik lndonesia. Diperkirakan ada 13 juta pembaca Komik Indonesia setiap harinya lewat ponsel. Komik menjadi bagian hidup pembaca di Indonesia. Tiga kali sehari, saat makan siang, sore pulang kerja bahkan menjelang menjelang tidur komik jadi teman beraktivitas.

Lebih dari 100 judul komik indonesia rilis di berbagai aplikasi komik dan media sosial. Pertumbuhan ini diperkirakan bisa mencapai hingga 20 persen populasi Indonesia di tahun 2025, khususnya pada demografi pembaca usia 15-35 tahun.

Faza Meonk, Ketua Umum Asosiasi Komik Indonesia, menyebut, peningkatan jumlah pembaca ini juga berimplikasi pada peningkatan jumlah komikus,  komunitas komik, penerbit komik, dan event komik serta keikutsertaan komikus dan penerbit komik dalam projek dan event internasional setiap tahunnya.

Situasi ini bisa dibandingkan dengan situasi di era akhir 60 an sampai akhir 70-an, saat jutaan pembaca komik menanti dan mengantri membaca episode komik baru mingguan setiap harinya di taman-taman bacaan. Bedanya. Komik lndonesia saat itu dalam format cetak, sedangkan saat ini lebih banyak didahului dalam format digital yang kemudian dicetak dalam bentuk buku.

"Di era itu terhitung ada 20 judul film layar lebar juga serial televisi yang diadaptasi dari komik-komik populer saat itu. sebut saja Si Buta dari Gua Hantu, Gundala, dan lain-lain," katanya.

Sementara, saat ini komik digital yang populer dan punya banyak penggemar pun mulai dilirik untuk diadaptasi menjadi film layar lebar, serial animasi TV, permainan elektronik, dan lain-lain. Sebutlah Film Sl Juki dan Valentine yang telah rilis.

Adapun film Gundala yang akan segera rilis. Sejumlah judul Komik Indonesia, kata Faza, pun sudah rilis di platform internasional dan permintaan untuk itu terus meningkat di tahun ini. "Angka percepatan pertumbuhan pembaca ini menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan," ujarnya.

Kebangkitan

Kartunis ternama Muhammad ‘Mice’ Misrad, pengisi rubrik “Mice cartoon” di Kompas mengakui, saat ini komik Indonesia tengah mengalami kebangkitan. Bukan hanya jumlah kartunis yang semakin banyak, komik yang diproduksi secara kuantitas juga amat banyak.

Namun dia mengingatkan, kuantitas jangan sampai mengabaikan kuliatas, baik kemampuan gambar maupun nilai yang ingin disampaikan melalui komik. "Agak miris kalau hanya hiburan, komik harus berisi nilai dan pesan yang ingin disampaikan," kata Mice.

Lulusan Desain Grafis, Fakultas Seni Rupa, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini pun mengenang awal dirinya memutuskan menjadi komikus. Saat itu, sekitar  tahun 1996, dirinya sudah bekerja di bidang desain grafis. Namun, keinginan kuat dirinya untuk menjadi komikus amat kuat. "Dari kecil saya memang suka gambar. Saya pun meninggalkan zona nyaman kerja di bidang desain grafis, dan menjadi komikus," katanya.

Padahal, kata Mice, komik asal Jepang saat itu tengah membanjiri Indonesia. Hampir 200 ribu eksemplar setiap bulan Komik Jepang masuk Indonesia, dibanding komik Indonesia yang hanya 3000 eksemplar, itu pun per enam bulan. "Saat itu hampir tidak ada yang berani mengambil keputusan menjadi komikus," ujarnya.

Awal meluncurkan Komik, Mice mengaku penerbit hanya mencetak seribu eksemplar dengan royalti 10 persen dari harga komik. Saat itu, Komiknya hanya dijual Rp 4500. Tapi, ada kebanggaan sendiri komik bisa diterbitkan. Apalagi ketika ada orang yang membeli dan membaca komik yang dibuatnya. "Siapa sangka, sekarang komik bisa meledak 25 ribu eksemplar pada cetakan pertama," kata Mice merujuk komik karangannya.

(Mahendra Bungalan /SMNetwork /CN26 )

NEWS TERKINI