image
15 April 2018 | Arsitektur

Hidup dengan Air

Ikatan Arsitek Indonesia Provinsi Jawa Tengah dalam rangka menjadi tuan rumah event Internasional Roundtable ACGSA( Asian Council of Green and Sustainable Architecture ) meeting 2018 mengadakan kegiatan kolateral Seminar Event in Green & Sustainable Architecture bertema Living with Water.

”Living with water” menjadi tema besar dengan latar belakang pemikiran bahwa baik di kota Semarang maupun kota kota di dunia terdapat keunikan dalam cara hidup ”berdampingan” dengan air. Air menjadi hal yang bisa memberi kehidupan namun juga bisa memberi bencana.

Hidup bersama dengan air adalah sebuah permenungan perjalanan tentang sikap bijaksana atas rahmat dualisme peran air dalam kehidupan manusia. Seminar diadakan selama 2 hari pada tanggal 9-10 April 2018. Pada hari pertama dibagi menjadi tiga bagian .

Bagian pertama dan kedua IAI Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Internasional Finance Corporation mengangkat tema tentang pentingnya pemahaman terhadap kebijakan bangunan hijau di kota Semarang baik oleh pemegang keputusan di pemerintahan maupun oleh pelaku desain .

Kota Semarang adalah kota ketiga yang terpilih setelah Jakarta dan Bandung oleh IFC untuk dikawal dalam perintisan Peraturan Walikota tentang Bangunan Hijau.

Dalam seminar ini juga diperkenalkan edge sertificate sebagai tools perhitungan bangunan hijau . Selanjutnya Ir Tjahjono Raharjo berbicara mengenai kota lama Semarang ; kota lama Semarang mempunyai letak geografis yang bersinggungan kuat dengan air.

Masalah Rob ( masuknya air laut ke daratan ) merupakan hal krusial yang harus dihadapi oleh pemerintah kota Semarang untuk mempertahankan eksistensi kota lama sebagai warisan cagar budaya. Widya Wijayanti IAI berbicara mengenai konsep arsitek Liem Bwan Tjie.

Dalam masanya , Liem Bwan Tjie sudah menerapkan konsep green dalam setiap desainnya. Desain inner courth yang dipadukan dengan penataan jendela , pintu serta atap memudahkan dan membuat nyaman pengguna dalam beraktifitas.

Konsep low maintenance juga diterapkan oleh Liem Bwan Tjie maupun cerobong angin yang sekarang dipraktikkan oleh arsitek modern. Pada seminar hari kedua Presiden of Arcasia ( Architect Regional Council of Asia ) Debatosh Sahu memberikan materi peranan air bagi kehidupan secara universal.

Permasalahan muncul karena krisis alami dan krisis akibat ulah manusia. Krisis alam berupa bencana banjir dan kekeringan sedangkan akibat ulah manusia adalah polusi, Pemborosan dan perusakan sumber air. Untuk itu perlu digalakkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Regulasi Pemerintah

Di India banyak contoh bangunan yang menggunakan strategi penghematan air melalui desain bangunan hijau di antaranya dengan memanfaatkan kembali air hujan untuk mengkondisikan iklim mikro. Selain itu juga menampung air hujan , membuat banyak resapan sebagai upaya konservasi air dll.

Sungai Gangga sebagai sungai besar di India secara khusus juga diamankan dari pencemaran air, dengan menjalankan berbagai regulasi yang mengatur pembuangan limbah ke sungai tersebut.

Regulasi dari pemerintah sangatlah penting, sekalipun dalam kenyataannya India juga sudah menerapkan penghematan dan treatment terhadap air melalui kearifan lokal yang berkembang di desa-desa. Salah satu delegasi ACGSA dari Thailand Acharawan Chutarat membahas bagaimana kondisi adaptasi permukiman di Thailand dalam permasalahannya dengan air pasang dan surut.

Dan dalam adaptasinya tersebut, berkembanglah pemecahan berarsitektur, disamping tetap langgengnya tradisi yang bersifat mistik/keyakinan. Dewasa ini, telah digagas perencanaan kota dan permukiman dengan strategi yang mengantisipasi pasang surutnya air.

Bentukan desain rumah terapung dan rumah amphibi menjadi alternatif solusi masa depan di Thailand. Widjanarka Kepala Laboratorium Arsitektur Kota Dan Kawasan Tepian Air, Jurusan Arsitektur, Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah memberikan materi berjudul Amphibious Architecture and Development Study of Arkía Modulam.

Sebuah alternatif pengambilan sikap atas adaptasi bangunan dalam menghadapi masalah banjir dan meluapnya air laut ke daratan berupa desain pondasi terapung yang disebut telapak Arkía . Salah satu pembicara lain adalah Adam yang mengupas desain “Block Plan Sea Walk dan Tracking Mangrove” di komplek Maerakaca Semarang.

Menghidupkan kembali Maerakaca dengan konsep wisata mangrove, dimana terdapat spot spot yang instagramable serta resto di kolam besar .Bapak Resza Riskiyanto IAI terakhir menutup seminar dengan yang mengupas kondisi Moro Demak di pesisir laut Jawa.

Moro Demak merupakan dataran permukiman yang perlahan mulai di gerus oleh air laut namun penduduk tetap bertahan dan belajar untuk hidup berdampingan dengan kondisi alam tersebut.(63)

Rosalia Rachma Rihadiani, IAI Daerah Jawa Tengah