image

SM/Antara : PISAHKAN PLASTIK : Sejumlah pemulung memisahkan sampah plastik untuk kembali dijual di Jakarta, Jumat (20/4). Pada tahun depan, jumlah sampah plastik di Indonesia diperkirakan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah. (65) : TUMBLER’S DAY: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan UGM mengisi botol minum saat acara Tumbler’s Day, Rabu (25/4). Tujuan aksi tersebut mengajak mahasiswa untuk selalu membawa tumbler sebagai upaya pengurangan sampah plastik. (65)

26 April 2018 | Spektrum

Krisis Global karena Sampah Plastik

POLUSIplastik yang telah meracuni laut dan tanah, menjadi isu utama dalam peringatan Hari Bumi (Earth Day), 22 April lalu. Sampah plastik yang sangat sulit diurai alam ini menjadi persoalan yang teramat memprihatinkan.

Materi dalam plastik yang dibuang dapat bertahan hingga 2.000 tahun bahkan lebih lama. Bahkan, Jaringan Hari Bumi (Earth Day Network) menyebut pengelolaan sampah plastik sebagai krisis global. Celakanya, Indonesia disebut sebagai peringkat kedua penghasil sampah plastik ke laut, hanya kalah dari Tiongkok.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hanya dari 100 toko anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, dalam setahun penggunaan kantong plastik mencapai 10,95 juta lembar. Setara dengan luasan 65,7 hektare kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola.

Kepada Suara Merdeka di Jakarta, Rabu (25/4), Dirjen Pengelolaan Limbah KLHK, Rosa Vivien Ratnawati menuturkan, komposisi sampah plastik di Indonesia saat ini sekitar 15 persen dari total sampah, terutama di daerah perkotaan. Komposisi sampah plastik menunjukan tren meningkat dalam 10 tahun terakhir ini. Dari 11 persen pada tahun 2005 menjadi 15 persen tahun 2015. Sumber utama sampah plastik berasal dari kemasan makanan dan minuman, kemasan consumer goods, kantong belanja, serta pembungkus barang lainnya.

Padahal total sampah plastik yang didaur ulang diperkirakan baru 10-15 persen. Sebanyak 60-70 persen ditimbun di tempat pembuangan akhir, serta 15-30 persen belum terkelola. Sampah yang tak dikelola itu dibuang begitu saja terutama ke lingkungan perairan seperti sungai, danau, pantai, dan laut Rosa menambahkan, sampah di laut (marine litter) saat ini sudah menjadi tantangan global. Alasannya, secara khas sampah di laut ini tak masuk wilayah negara maupun wilayah administrasi daerah. Kemudian dari sisi jumlah dan sebarannya, cenderung terus meningkat secara signifikan, serta tersebar dalam skala samudera.

Meskipun belum ada data valid mengenai jumlah marine litter secara global, beberapa hasil riset mengungkapkan, 80 persen sampah ini berasal dari daratan. Dari total sampah di laut itu, 80 persen merupakan sampah plastik. Sebanyak 8,8 juta ton sampah plastik terbuang atau dibuang ke samudera setiap tahunnya. Yang lebih mengerikan, konsentrasi kumpulan sampah dalam jumlah dan luasan yang sangat besar terinditifikasi berada di Samudara Pasifik bagian utara atau yang dikenal sebagai The Garbage Patches. Wilayah itu terbagi menjadi dua. Di timur berada di antara Hawaii dan lepas pantai California, AS.

Adapun di barat berlokasi di lepas pantai Jepang. Diperkirakan terdapat tiga juta ton plastik di kedua wilayah tersebut. Sementara di Indonesia, sampah laut secara faktual banyak ditemukan wilayah pantai dan laut. Namun belum ada data mengenai jumlah dan sebaran marine litter di Indonesia, hingga muncul laporan riset yang dilakukan pada 2010 oleh Jenna R Jambeck dan kawan-kawan dari University of Georgia, AS, dan dipublikasikan pada Februari 2015.

Dampak Mengerikan

Hasil riset tersebut mengejutkan, karena Indonesia disebut sebagai negara penyumbang sampah plastik di lautan nomor dua di dunia setelah Tiongkok. Jumlah sampah plastik di laut ”sumbangan” Indonesia sebesar 0,48 hingga 1,29 juta ton per tahun dari total 4,8-12,7 juta ton atau sekitar 10 persen.

Berdasar riset yang dikoordinasi Progam Lingkungan PBB (United Nations Environment Programme / UNEP) di beberapa lokasi di samudera dan laut, keberadaan sampah memiliki dampak mengerikan. Antara lain, merusak ekosistem laut dan pantai, mengancam kesehatan manusia karena sampah plastik khususnya mikroplastik telah memasuki rantai makanan. Kemudian mengancam kesehatan dan nyawa manusia, terutama para nelayan akibat kecelakaan yang diakibatkan kapal tersangkut sampah plastik, melukai dan membunuh biota laut seperti terumbu karang, ikan, penyu, kurakura, dan burung laut.

Lalu, membahayakan keselamatan pelayaran, merusak estetika laut dan pantai, serta menurunkan daya saing kawasan destinasi wisata pantai dan laut. Dari aspek ekonomi, marine litter dapat menimbulkan dampak serius berupa, meningkatnya biaya pengelolaan sampah, biaya kesehatan, dan pemrosesan akhir di daerah-daerah yang berada di pesisir. Penurunan pendapatan destinasi wisata pantai dan laut, peningkatan biaya operasional pelayaran dan penangkapan ikan akibat kerusakan alat dan mesin kapal, serta penurunan pendapatan nelayan akibat turunnya jumlah tangkapan ikan.

Dalam mengatasi persoalan sampah plastik, Indonesia sudah dan akan terus melaksanakan upaya-upaya strategis. Dari sisi kebijakan, presiden mengeluarkan Peraturan Presiden No. 97/2017 yang mengatur kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah. Perpres tersebut secara tegas mengatur harus ada upaya pengurangan sampah dari sumbernya hingga 30 persen, serta menangani sampah hingga 70 persen pada 2025. Dengan begitu 100 persen sampah bisa dikelola. Khusus untuk sampah plastik, presiden juga segera akan menerbitkan perpres mengenai rencana aksi penanganan sampah plastik di laut.

Dari sisi program aksi, pemerintah juga sudah dan akan terus melakukan langkah-langkah nyata mengurangi dan menangani sampah plastik di beberapa lokasi prioritas. Salah satu langkah strategis pemerintah dalam pengurangan sampah plastik adalah pengurangan sampah kantong plastik melalui pembatasan penggunaan kantong belanja plastik di sektor ritel.

Dalam upaya pengurangan sampah kantong plastik, pemerintah melalui KLHK saat sedang merampungkan dua kebijakan nasional pengurangan sampah plastik. Pengurangan kantong belanja plastik, dan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.

Pada saat bersamaan, KLHK mendorong pemerintah daerah untuk mengeluarkan kebijakan daerah yang tegas dan progresif terkait pengurangan sampah plastik karena secara prinsip penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah urusan wajib pemerintah daerah.

Kantong Berbayar

Misal menghindari penggunaan sedotan plastik dan mengantinya dengan sedotan bambu atau logam, mengganti kantong plastik dengan kantong belanja pakai ulang, dan mengurangi konsumsi minuman berkemasan plastik menggantinya dengan membawa botol isi ulang (tumbler). Rosa menambahkan, program kantong plastik berbayar merupakan program uji coba yang dilakukan KLHK bekerja sama dengan 23 pemerintah kota dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia pada Februari- Juni 2016. Tujuannya, untuk mengetahui apakah dengan kantong plastik berbayar di toko modern mampu mengurangi penggunaannya, serta mengukur respon masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Hasil uji coba menunjukan penggunaan kantong belanja plastik menurun sangat signifikan. Selama tiga bulan uji coba di 23 kota besar, terjadi pengurangan penggunaan kantong belanja plastik sampai 55 persen. ”Kemudian dari hasil survei yang kami lakukan terhadap 10.044 responden, 87,2 persen masyarakat mendukung kebijakan kantong plastik berbayar dan 91,6 persen masyarakat siap membawa kantong belanja pakai ulang jika kebijakan tersebut diterapkan,” ujarnya.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menerapkan kebijakan untuk mengurangi plastik di lingkungan kementeriannya. Salah satunya adalah larangan membawa air botol kemasan. Bila dilanggar, akan dikenakan denda. Ia bertekad mengawali kebijakan tersebut di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dengan kebijakan ini tak ada lagi botol air mineral kemasan di kementeriannya. ”Sudah tidak boleh ada botol Aqua. That’s good today. Kami denda Rp 500 ribu kalau bawa botol Aqua,” ungkap Susi.(Budi Nugraha-65)