image

SM/Dasi Kampus/Aris Yulianto : KOLONG LANGIT : Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pendidikan MIPAdan Teknologi Informasi saat mengisi acara Sekolah Kolong Langit di Taman Tugu Muda Semarang, belum lama ini. (65)

18 April 2018 | Hello Kampus

Sekolah Kolong Langit (SKL)

Langkah Kecil untuk Anak-Anak Jalanan

  • Oleh Tyas Pitaloka

Memang tidak mudah mengajar anak-anak jalanan yang terbiasa bebas beraktivitas di jalan raya. Namun, Sekolah Kolong Langit (SKL) mampu menaklukkan ketidakmudahan itu, Guys.

Sekolah yang didirikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pendidikan Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Teknologi Informasi (BEM FPMIPATI) Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) itu bermula dari suatu kekhawatiran. Apa?

Mereka khawatir, anak-anak jalanan itu tak mendapatkan pendidikan yang layak. Kekhawatiran itu menumbuhkan kepedulian untuk membuat lembaga yang berfokus untuk mengajar anakanak jalanan. Lalu, sebanyak 20 anak diajak dan bersedia untuk mengikuti sekolah. Usia mereka beragam, dari usia TK hingga SD. Beberapa dari mereka masih sekolah. Ada pula yang putus sekolah. Lantas, apa yang diajarkan?

Tentu saja materinya berbeda dari materi sekolah formal yang terikat dengan sejumlah peraturan pembelajaran. SKL berfokus memberikan keterampilan, dan itu memang tujuan utama lembaga yang yang berjalan enam tahun ini. Ya, anak-anak jalanan itu diajari membuat kerajinan tangan, menyanyi, bermain musik, dan beberapa lainnya. Sesekali para mentor juga memberikan asupan pelajaran moral dan motivasi di selasela pembelajaran. Soal mentor ini ada keunikannya: seorang mentor mengajar seorang siswa. Terdapat 90 mentor yang terseleksi dan digaji dengan keikhlasan, dan bekerja atas nama pengabdian dengan tulus.

Para mentor juga menyiapkan makanan dan minuman untuk anak-anak yang mau datang belajar bersama setiap Kamis tersebut. ”Tujuan kami membentuk Sekolah Kolong Langit ini untuk mengurangi jumlah anak jalanan. Seusia mereka seharusnya belajar dan bermain, belum waktunya untuk mencari uang. Apalagi jalan raya itu sangat berbahaya ya untuk anak-anak seusia mereka. Nah, semoga kiprah SKL ini dapat mengurangi jumlah anak-anak jalanan,” terang Wahyu, ketua otonomi di BEM FPMIPATI kepada tim dasikampus.

Wahyu bercerita, SKL yang telah berjalan enam tahun ini harus melewati berbagai rintangan. Mau contoh? Mentor dan siswa kadang-kadang harus kucing-kucingan dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang. Itu karena SKL berlokasi di di Tugu Muda. Bahkan ada orang tua yang menolak mengikutsertakan anak mereka bergabung. Pasalnya, sepulang sekolah sebagian dari mereka harus bekerja.

Ikut Menjajakan Koran

BEM FPMIPATI sesekali membantu anak-anak tersebut menjajakan koran mereka. Sayang sekali, ada juga beberapa dari mereka yang tidak mau diajak belajar. Mereka lebih suka memanfaatkan jalan raya sebagai tempat mengais rezeki ketimbang belajar bersama Sekolah Kolong Langit. ”Kami kesulitan mencari tempat ketika cuaca sedang tidak cerah. Kan tahu sendiri, SKL ini berada di tempat terbuka. Kami berharap, ada sekolah yang mau menyediakan satu ruang kelasnya untuk proses belajar-mengajar ini.

Kasihan kalau mereka harus kucing-kucingan dengan Satpol PP,” tegas Ayu, seorang mentor SKL. ”Kebetulan tempat tinggal anakanak ada yang berdekatan dengan Permakaman Bergota, pemakaman terbesar di Semarang.

Nah, pada hari Kamis, mereka biasanya mengais rezeki di seputar permakaman seperti meminta-meminta kepada para peziarah atau berjualan bunga. Jadi pertama yang kami lakukan ya pendekatan dengan orang tua mereka. Proses belajarnya pun kami buat semenarik dan senyaman mungkin agar mereka betah. Kami juga menambahkan game agar anak-anak tidak bosan saat belajar,” tambah Ayu.

Yap, kiprah BEM FPMIPATI dengan SKL ini bolehlah hanya suatu langkah kecil. Tapi yang kecil itu membuktikan bahwa mereka berikhtiar mengamalkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah. Mereka bekerja atas nama hati nurani. Mereka berharap, langkah kecil mereka bermanfaat bagi pendidikan anak-anak jalanan yang membutuhkan pendidikan.(65)

- Tyas Pitaloka, mahasiswi PGSD