30 April 2018 | Edukasia

EDUPARK UMS

UNBK dengan Soal HOTS

  • Oleh Sri Rejeki

RENTETAN protes dilayangkan kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) seiring dengan terlaksananya Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2018 di tingkat SMA. Tidak hanya protes di media sosial, berbagai aduan tentang sulitnya UNBK juga disampaikan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagaimana dilansir oleh beberapa media.

Laporan itu mneyebutkan, di antara mata pelajaran yang diujikan, kesulitan paling tinggi yang dialami siswa adalah pada UNBK Matematika. Sebagian besar protes dan aduan mengatakan, soal UNBK, khususnya Matematika, sangat berbeda dari soal yang diberikan pada saat simulasi UNBK.

Hal ini menjadi sebab utama siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal tersebut. Pada perspektif siswa, banyak soal yang dianggap tidak sesuai dengan kisi-kisi, tidak relevan, dan hanya menyusahkan. Berbagai komentar negatif membanjiri akun Instagram Kemdikbud (@kemdikbud.ri).

Sebagai contoh, sebuah komentar kurang lebih mempertanyakan untuk apa mengukur tinggi atap rumah, sedangkan komentar lain mengatakan, barang siapa menyusahkan orang lain akan disusahkan di akhirat. Kemdikbud mengklaim soal Matematika sebenarnya sudah dibuat sesuai dengan kisi-kisi.

Akan tetapi, beberapa soal memang dirancang sesuai dengan karakteristik higher order thinking skill (HOTS). Hal ini sematamata bertujuan meningkatkan kualitas UN sesuai dengan standar internasional.

Karakteristik soal HOTS yang menekankan pada keterampilan berpikir kritis dan kreatif membawa konsekuensi model soal yang dibuat bukanlah soalsoal yang dapat dipecahkan hanya dengan mengandalkan hafalan. Dimungkinan kondisi inilah yang menyebabkan siswa menganggap soal yang diberikan tidak sesuai dengan kisi-kisi.

Layak Diapresiasi

Keberanian Kemdikbud memunculkan model soal dengan karakteristik HOTS dalam UNBK sebenarnya layak untuk diapresiasi. Hal ini menunjukkan keseriusan Kemdikbud dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas lulusan.

Akan tetapi, ketidaksiapan siswa dalam menghadapi soal dengan karakteristik HOTS hendaknya menjadi bahan evaluasi. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan yang secara langsung memfasilitasi siswa, hendaknya berupaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran sesuai dengan amanat Kurikulum 2013.

Dalam Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 dijabarkan bahwa kompetensi yang harus dicapai misalnya pada materi mata pelajaran Matematika adalah penalaran di ranah konkret dan abstrak, dan aplikasi matematika untuk menyelesaikan permasalahan kontekstual.

Sudah seharusnya sekolah bersinergi untuk melaksanakan proses pembelajaran yang berorientasi pencapaian kompetensi dasar tersebut, bukan hanya berorientasi hafalan dan nilai akhir.

Terlebih, metode-metode pembelajaran yang direkomendasikan diterapkan pada implementasi Kurikulum 2013 pun menekankan proses belajar yang melatih keterampilan HOTS pada siswa.(49)

Sri Rejeki,dosen Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.