image

Foto Sofie Dwi Rifayani

14 Januari 2018 | Ekspresi Suara Remaja

Bangkitkan Ramayana dengan Kain Perca

Sebuah lukisan ukuran 100 cm x 80 cm membingkai dua bocah tengah bermain. Bocah pertama, digambarkan seukuran liliput, sedang menarik mainan mobil-mobilan tradisional berukuran raksasa yang terangkai dari kulit jeruk. Bocah kedua, posturnya luar biasa besar, sedang memainkan mobil remote control sambil tengkurap.

Sang pembuat karya, Mohammad Syaeful Allam atau kerap disapa Allam, memprotes fenomena sosial lewat lukisan itu. Berjudul “Digelonggong Teknologi”, lukisan itu memperlihatkan kontras keadaan yang terjadi dewasa ini.

Menurut Allam, permainan tradisional yang dimainkan bocah pertama di lukisan itu kini mulai pudar. Sebaliknya, saat ini anak-anak lebih memilih permainan yang lebih modern. Mobil remote control atau gamedi ponsel, misalnya. “Bocah bertubuh besar dalam lukisan itu menyoroti fakta bahwa kurangnya permainan fisik yang ada pada permainan tradisional membuat anak-anak rentan obesitas,” ungkap Allam.

Imbas lain permainan modern tergambar dalam lukisan Allam lainnya. Kali ini bukan dampak fisik seperti kesehatan mata menurun atau sering mengalami sakit kepala, melainkan pengaruh sosial. Hal itu tergambar dalam lukisan Allam yang berjudul “Menjauhkan Yang Dekat”. Lukisan ini menceritakan dua anak perempuan sedang duduk berhadapan. Meski di depan mereka ada mainan dakon plastik, keduanya tampak tak selera menyentuhnya. Masing-masing justru asyik memainkan ponsel.

Allam meramu keadaan itu dengan menempatkan kedua bocah tersebut di pinggir tebing yang berbeda, sementara dakon tergeletak di perairan di antara kedua tebing itu. Protes Allam terhadap teknologi dibarengi pula dengan kritik soal pembangunan. Anak zaman now, begitu orang-orang menyebut, tidak berkesempatan merasakan asyiknya bermain di tanah lapang. Pasalnya, lahanlahan yang semula kosong dan bisa untuk tempat bermain kini digunakan untuk proyek perumahan atau perkantoran.

Allam merangkumnya dalam lukisan “Tersangkut Bangunan” yang menggambarkan seorang anak bermain layang-layang dengan posisi terkepung gedung-gedung menjulang. Ada pula gambaran anak-anak beramai- ramai bermain “ular naga panjang” dalam lukisan “Karena Kami Tinggal di Gang Sempit”. Juga, lukisan “Jalanku Direnggut Mesin Polusi” yang menampilkan sosok kaki ukuran raksasa bermain enggrang di jalan raya, berusaha menerobos kemacetan panjang.

Kolase Kain Perca

Karya Allam tersebut dipamerkan dalam Pameran “Permainan Tradisional Anak Nusantara Dalam Karya Seni Lukis Naratif” di Ruang Galeri Gedung B9 Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Senin-Rabu (8-10/1). Di waktu dan tempat yang sama, terselenggara juga pameran “Cerita Cinta Ramayana Dalam Karya Seni Kolase” garapan Syaiful Alimi.

Baik Allam maupun Syaiful mempresentasikan lukisan tersebut dalam pameran proyek studi sebagai pengganti Tugas Akhir (TA) jurusan Seni Rupa FBS Unnes. Jika jenis lukisan Allam ialah akrilik pada kanvas, Syaiful memilih metode kolase menggunakan kain perca. Hal itu ia lakukan karena ingin memanfaatkan barang tidak terpakai jadi karya seni yang bernilai dan bermanfaat.

Menariknya, teknik rekatan kain perca itu membuat kisah Ramayana yang diangkat Syaiful jadi terlihat makin bernyawa. Mula-mula Syaiful membikin sketsa lengkap dengan pewarnaan di kertas ukuran A3. Begitu lolos persetujuan dari dosen pembimbing, Syaiful lantas “memindahkan” sketsa ke tripleks besar dengan ukuran beragam.

Untuk mendapatkan warna yang dibutuhkan, Syaiful berburu kain perca di Semarang, Demak, hingga Pekalongan. Adapun proses pengerjaan satu lukisan berkisar antara dua minggu hingga satu bulan. Syaiful menuangkan rentetan kisah Ramayana jadi 10 karya kolase. Tiap karya menceritakan babak penting cerita Rama-Shinta. Misal saat Rama memenangkan sayembara, adegan Hanoman obong, pertarungan Rama dan Rahwana, serta pertemuan Rama dan Shinta.

“Saya tertarik mengangkat kisah Ramayana karena di dalamnya terkandung nilai kesetiaan, kasih sayang, dan kepahlawanan. Menurut saya, sampai sekarang nilai-nilai itu masih relevan diterapkan sebagai pedoman hidup,” jelas Syaiful. Ke depan, Syaiful ingin menerapkan seni kolase pada media tiga dimensi, misalnya patung. (Sofie Dwi Rifayani-63)