Batas Laut Teritorial Indonesia, Prestasi Monumental Kabinet Karya
Pada awal tahun 1957, tepatnya pada bulan Januari 1957, ketegangan politik bangsa kian memuncak ketika terjadi pengunduran diri beberapa menteri dari kabinet Ali II. Peristiwa ini berlangsung antara tanggal 9 hingga 15 Januari 1957.
Ide untuk melakukan reshuffle memang sempat mengemuka, akan tetapi presiden tidak mengaktualisasikannya karena dipandang tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan dan keselamatan negara. Hingga pada akhirnya, kabinet menyerahkan mandatnya kepada presiden tertanggal 14 Maret 1957.
Sebelum kabinet menyerahkan mandatnya kepada presiden, sebenarnya telah beredar isu di kalangan masyarakat yakni konsep “Konsepsi Presiden”, yang menyatakan suatu gagasan mengenai rencana pembentukan kabinet gotong royong. Pada akhirnya gagasan tersebut terrealisasi pada tanggal 9 April 1957 dengan nama Kabinet Karya dan dipimpin oleh Perdana Menteri Djuanda.
Program kabinet yang disusun Presiden, antara lain sebagai berikut :
1. Membentuk Dewan Nasional (sesuai dengan konsepsi Presiden) dan sejak Juni 1957 membentuk Depernas (Departemen Penerangan Nasional);
2. Normalisasi keadaan RI;
3. Melanjutkan pelaksanaan pembatalan KMB;
4. Perjuangan Irian Barat;
5. Mempercepat pembangunan. (Moedjanto, 1992:104).
Kedudukan Kabinet Karya saat itu memegang andil yang cukup besar bagi perkembangan kenegaraan di Indonesia, meskipun hanya bertahan selama dua tahun saja. Pada masanya, banyak peristiwa yang turut menentukan kedudukan negara dan masyarakat Indonesia.
Dalam usahanya untuk menormalisasi keadaan sosial politik Indonesia, Kabinet karya menyelenggarakan Musyawarah Nasional di Jakarta pada bulan September 1957. Munas ini dihadiri oleh wakil-wakil pusat dan daerah-darah, serta Presiden Soekarno dan mantan Wakil Presiden Hatta.
Beberapa peristiwa penting pada masa kerja Kabinet Karya antara lain :
1. Perjuangan Irian Barat yang dipimpin oleh pemerintah dan digiatkan dalam aksi pembebasan Irian Barat. Aksi ini didukung oleh pihak militer dan alat-alat negara lainnya bersama-sama dengan berbagai organisasi massa, pemuda, wanita, veteran, ulama, petani, buruh, dan lain-lain. Pada pertengahan Oktober 1957 dibentuklah suatu panitia dengan nama Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat, yang mempunyai cabang-cabangnya hingga daerah-daerah.
2. Perjuangan pembentukan keutuhan wilayah negara, yang semula batas wilayah perairan atau laut teritorial Indonesia sejauh 3 mil menjadi 12 mil, dihitung dari garis pantai pada waktu air laut surut. Berikut kutipan Pengumuman Pemerintah Mengenai Wilayah Perairan Negara Republik Indonesia yang ditandatangani pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Djuanda,
Dengan menteri, dalam sidangnya pada hari Jum’at tanggal 13 Desember 1957 membicarakan soal wilayah perairan Negara Republik Indonesia.
Bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari (berribu-ribu) pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri.
Bagi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Republik Indonesia semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat.
Penentuan batas lautan teritorial seperti termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939” Staatblaad 1939 No. 442) artikel 1 ayat (1) tidak lagi sesuai dngan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu maka pemerintah menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada wilayah pedalaman atau Nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalam ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.
Penentuan batas lautan territorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas akan selekas-lekasnya dengan undang-undang. Pendirian pemerintah tersebut akan diperhatikan dalam konferensi internasional mengenai hak-hak atas lauan yang akan diadakan dalam bulan Februari 1958 di Jenewa.
Jakarta, 13 Desember 1957.
Perdana Menteri
ttd.
H. Djuanda.
Berakhirnya masa kerja Kabinet Karya berawal dari diterimanya gagasan “kembali ke UUD 1945” pada tanggal 19 Februari 1959 yang digelontorkan Nasution dalam konferensi Komando Daerah Militer pada bulan yang sama. Menurut putusan sidang Kabinet Karya pada tanggal 19 Februari 1959, Presiden akan menyampaikan amanat kepada Konstituante berisi permintaan agar UUD 1945 diundangkan kembali.
(Fadhil Nugroho Adi /SMNetwork /CN41 )