image

SM/ Maulana M Fahmi - BERFOTO BERSAMA : Para pembicara Focus Group Discusiion (FGD) ”Penguatan Generasi Milenia Berwawasan Pancasila” berfoto bersama tamu undangan di Ruang Resto Fakultas Pariwisata Unisbank Jl Kendeng V, Bendan Ngisor, Semarang, Sabtu (7/10). (74)

09 Oktober 2017 | Liputan Khusus

Keteladanan Menjadi Kunci

Keteladanan menjadi salah satu kunci untuk menanamkan jiwa pancasila pada generasi milinea. Mencari sosok teladan di era globalisasi memang sulit, tetapi perlu dilakukan, karena generasi muda juga menuntut keteladanan aktual dan kontekstual yang relevan dengan kemajuan zaman.

Heru Karyanto, seorang pengusaha yang hadir dalam diskusi ini menilai, pancasila harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi itu, menurut dia, harus diwujudkan dari hal yang paling terkecil serta tidak hanya jargon semata yang didengungkan di lingkup akademis.

Misalnya saja bersikap jujur, menghargai sesama warga, menjaga toleransi tanpa melihat latar belakang agama, suku dan ras serta memberikan bantuan kepada warga sekitar tempat tinggal kita yang membutuhkan. “Siapapun bisa mengamalkan nilainilai pancasila.

Harus diaktualisasikan secara konkrit. Setiap orang, terutama pemuda, harus mempunyai nasionalisme yang nyata, tidak hanya lisan saja,” kata Heru. Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial Unnes, Nurfatullah mengatakan, Pancasila adalah jawaban akhir dari permasalahan suatu bangsa.

Informasi yang berkembang di media sosial menurutnya begitu cepat, sehingga diperlukan cara untuk memilah dan memilih konten-konten yang dinilai lebih positif. “Hampir setiap detik, kita menemukan informasi apapun dari media sosial. Diskusi-diskusi semacam ini saya kira penting.

Sehingga, wawasan pancasila bisa dikuatkan kembali pada generasi milinea,” kata Nurfatullah. Ketua BEM Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Farming (Stip Farming) Semarang, Hasan Nurulloh berharap, pembahasan mengenai pancasila semestinya tak hanya didengungkan di kalangan mahasiswa. Menurut dia, hal itu tidak kalah penting disampaikan kepada masyarakat yang tidak tersentuh pendidikan akademis.

Cerdas dan Berkarakter

Pembina YSPK, Prof DR Iriyanto Widisusemo MHum menilai, fenomena munculnya kelompok-kelompok intoleran dikarenakan perbedaan yang ada justru semakin diregangkan. Menurutnya, kesediaan untuk menemukan hal-hal yang sama di dalam perbedaan, belakangan ini semakin hiang.

“Ego-ego etnis ini yang sekarang ini selalu muncul. Ada yang hilang, rasa bersama untuk hidup sebagai bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita bersatu dalam ruang dan waktu,” katanya. Guru Besar Filsafat Undip itu menambahkan, sekarang ini yang dibutuhkan adalah generasi muda yang cerdas dan berkarakter.

Hal ini menjadi suatu keharusaan dalam menghadapi tantangan yang ada di dera milenia. “Kita tidak bisa menyalahkan teknologi. Teknologi akan berjalan sesuai jalur. Karakter teknologi adalah berorientasi praktis dan pragmatis. Kita jangan sampai dikendalikan oleh teknologi itu,” jelasnya. Ketua YSPK Dr Hasan Abdul Rozak melihat ada perbedaan karakter mahasiswa sekarang dengan dahulu.

Ia mencontohkan, bagaimana sikap seorang mahasiswa sekarang yang sering abai dan kurang menghormati terhadap dosennya. “Dulu dosen itu begitu dihormati, ketika misalnya membawa tas menuju kelas, mahasiswa berebut ingin membantu membawakannya. Berbeda dengan sekarang, bertemu di lift saja, mereka tidak menyapa dan asyik dengan masing-masing gawainya,” kata Hasan.(74)