image

BERFOTO BERSAMA : Narasumber dan ahli yang terlibat dalam diskusi kelompok terarah berfoto bersama usai diskusi, Kamis (14/12). (65)

16 Desember 2017 | Liputan Khusus

Turunkan AKI lewat Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng

DALAMprogram Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) terdapat tiga target yang tidak bisa dicapai oleh Indonesia yakni penurunan angka kematian ibu (AKI), penurunan penularan baru HIV/AIDS, dan sanitasi.

Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi yang AKI-nya belum sesuai target MDGs, sehingga menjadi sorotan berbagai pihak. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, dr Yulianto mengakui tingginya AKI yang merupakan salah satu indikator MDGs, membuat program itu tidak tercapai. Pada tahun 2014 presentasi AKI di Jateng mencapai 126,55 per 100.000 kelahiran hidup dengan 711 kasus.

Pada tahun 2015, persentasenya menurun jadi 111,16 per 100.000 kelahiran hidup dengan 619 kasus. Jumlah itu masih jauh dari batas minimal target AKI menurut MDGs yakni 102 per 100.000 kelahiran. ”Kami sadar capaian MDGs tidak sesuai target.

Untuk itu, kami membuat program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng. Program ini terintegrasi dengan sistem pelaporan dalam satu aplikasi untuk memantau seluruh ibu hamil di Jateng,” ungkap dia. Sistem tersebut mampu mengetahui jumlah ibu hamil di Jawa Tengah, perkiraan hari persalinan (HPL) dan risiko tinggi (risti).

Bila ada ibu hamil yang terdeteksi risti, petugas kesehatan yang ditunjuk langsung mengawal proses persalinan sampai selesai. Cara tersebut, menurut dia, ampuh menekan AKI. Pada tahun 2016, presentasi AKI di Jateng sebesar 109,65 per 100.000 kelahiran dengan 602 kasus.

”Posisi AKI pada 10 Desember 2017 ada penurunan presentasi sebesar 24% dibanding tahun lalu dengan kasus kematian ibu sebanyak 437 orang. Sampai tutup tahun, saya yakin ada penurunan lagi,” imbuh dia. Dalam SDGs, target AKI pada 2030 kurang dari 70 per 100.000 kelahiran. Yulianto mengatakan, persoalan AKI ini tergolong rumit dan kompleks.

Dari identifikasinya terdapat beberapa titik persoalan yakni di masyarakat, pelayanan kesehatan primer, puskesmas, dan rumah sakit. ”Dari kesimpulan saya, yang paling berat itu di masyarakat. Makanya, kami geber upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM),” ujar dia.

Dorong Akreditasi

Menurut dia, banyaknya fasilitasnya kesehatan tidak memengaruhi penurunan AKI, tetapi banyaknya kualitas fasilitas kesehatan memengaruhi penurunan AKI. Begitu juga dengan banyaknya dokter obsgyn tidak memengaruhi penurunan AKI.

”Kami dorong pengelola fasilitas kesehatan di seluruh tingkatan untuk akreditasi,” kata dia. Anggota Komisi E DPRD Jateng, Muh Zen Adv mengatakan, persoalan fasilitas kesehatan ini menjadi perhatiannya.

Pasalnya, masih banyak perawat di puskesmas yang status kepegawaiannya tidak jelas. Mereka dibayar dengan uang patungan dari para dokter. Hal itu membuat pelayanan kesehatan di tingkat dasar, terutama terkait ibu hamil, menjadi kurang maksimal, sehingga berdampak terjadinya AKI.

”Perlu upaya serius yang melibatkan para petugas kesehatan terutama pada kesejahteraan, karena berhubungan dengan kinerja mereka,” imbuh dia. Adapun antropolog Universitas Diponegoro, Amirudin mengatakan, pola kultural menentukan perilaku. Di Jawa Tengah, kata dia, dibagi wilayah pedalaman dan pesisiran.

Dia menilai program MDGs di wilayah pesisiran lebih berhasil, karena karakter masyarakatnya dinamis, produktif, egaliter dan materialistik. ”Kondisi kultural hendaknya agar dipahami oleh pemangku kebijakan, sehingga mampu merumuskan pendekatan yang mampu menyentuh hati masyarakat,” kata dia.(23)

Penulis : Zakki Amali
Fotografer : Irawan Aryanto
Penyunting : Dwi Ani Retnowulan,
Wahyu Wijayanto