29 April 2018 | Serat

PUISI

Rudiana Ade Ginanjar

Kesunyian Panjang, 1

Kesunyian ini panjang.
Hari-hari berjalan
menjadikan batu berlumut,
sungai-sungai penuh ikan,
dan ladang-ladang mencipta warna kuning
dari bilur-bilur padi.

Kesunyian ini panjang.
Seperti detak jam
di dinding khayalmu,
di tiupan angin,
di serambi-serambi berdebu;
seorang pergi dan menanam kenangan
lebih panjang ketimbang malam berhujan,
saat keletihan meletakkan
wajah penat dan harapan-harapan
dari kabut.

Aku terasa berbisik
pada diriku sendiri
saat sayap berkelepak
dari seekor kupu-kupu
mengitari ruang hidupku,
menjelma kemanjaan sepintas
atas jam-jam yang melambat
oleh penantian.

Terkenanglah,
ihwal-ihwal tentang burung,
perbukitan dan dusun-dusunnya,
hutan dan mitos tentang rimba.

Orang-orang yang berlalu dari hulu
dari tanah lempung mereka dilahirkan,
dari batu-batu kata-kata mereka dikekalkan,
dari eraman hujan tubuh mereka terbasuh,
dalam pergantian matahari dan rembulan
anak-anak mereka bermain.

Inilah waktu yang pucat
dan wajahku yang tertimpa sinar pagi,
silau oleh maut,
lentera malam meneduhkan
kegelisahannya.

2016
 

Kesunyian Panjang, 2

Sesuatu yang turun
dari keremangan, hujan mendera
dan aku mulai merabai
keindahan saat itu:
tahun berjalan sepenuhnya
dan mereka yang kutinggalkan
memberi kabar lewat cuaca,
angin,
dan gema bintang-bintang.

Hari ini saja, kau tahu
begitu banyak yang mesti kucatat
endapan ingatan,
patah dan meminta
di hari-hari mereka menumpuk
satu demi satu,
perjalanan mulai panjang
dan aku tinggal di rumah
bagai bayang-bayang
gemetar di dinding.

Akan terus memanjang, kesunyian ini
kutengok jalanan
basah dan bersimbah pijakan.
Mereka yang menemukan,
mereka yang asyik bermain,
atau mereka yang masih bepergian
tampaknya mulai menyiratkan sesuatu.

Dan terdengar
saling menyahut
adalah lenguh seekor sapi,
kicauan burung di pohon,
atau yang bergerak menggeliat
di tumpukan sampah;
dedaunan makin menghijau
dan satu persatu benang kasat mata
si labah-labah memenuhi sudut ruangan.

Demikian panjang kesunyian ini.
2016
 

-Rudiana Ade Ginanjar, lahir di Cilacap, 21 Maret 1985. Karyanya termuat dalam antologi, antara lain, Blues Mata Hati (Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas, 2008), Pendhapa 5 (Dewan Kesenian Jawa Tengah, 2008) dan Rumahlebah Ruang Puisi #4 (Komunitas Rumahlebah, 2017) serta Horison, Seputar Indonesia, Suara Merdeka, Suara NTB, dan Harian Rakyat Sumbar. Menetap di Cilacap, Jawa Tengah. (44)