Slank Puncaki Mocosik Festival 2018
YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Slank menjadi pemuncak gelaran Mocosik Festival 2018, pada Minggu (22/4) malam di Jogja Expo Center (JEC).
Naik ke ataa panggung utama mulai pukul 22.00, Bimbim, Kaka, Ridlo Hafidz, Dan Ivanka, langsung menyapa Slankers -- sebutan fans Slank -- dengan single pembuka "I Miss You But I Hate You," dan "Garagara Kamu,"
Dua tembang ini purna, Bimbim membuka dialog,"Jogja, walau udah jutaan kali, jangan pernah lelah untuk menyebarkan virus perdamaian," katanya, yang langsung diteruskan dengan nomor berikutnya, "Virus" dan "Seperti Para Koruptor".
Berikutnya, giliran Kaka mengawali percakapan,"Thanks udah dateng. Dan bisa happy bareng Slank dengan berbayar. No Ticket No Party itu bagus banget. Mari nyanyikan lagu semangat biar semangat," katanya seperti hendak menyindir tabiat Slankers kebanyakan. Yang maunya gratisan. Tidak sebagaimana gelaran Mocosik Festival 2018, yang mewajibkan penontonnya menebus tiket masuk seharga Rp. 75.000,- .
Meski tiket itu, juga bisa ditukar buku. Jika buku harganya lebih dari tiket masuk, penikmat buku dan musik, tinggal menambahi kekurangannya.
Begitu nomor "Mars Slankers," dan "Garuda Pancasila," juga mendapatkan sambutan meriah, Kaka kembali mengajak berbicara penonton,"Gila, lumayan nih....(kalo) kamu ngeblues nanti gak kuat, biar aku aja yang ngeblues," katanya sambil membawakn nomor "Samber Gledex".
Sebagaimana banyak pertunjukan Slank lainnya, di berbagai kota di Indonesia, Kaka dan Bimbim adalah motor utama. Saat Kaka usai bernyanyi dan berorasi, giliran Bimbim bernarasi.
"Lagu ini bercerita tentang di era keterbukaan, di era global jangan pernah larang anakana kita. Biar belajar liat dunia. Tapi harus seimbang. Tradisi harus tetap kita jalan," ujar Bimbim sembari menawarkan nomor "Indonesiakan Una", dengan iringan Ridho yang memainkan Keyboard.
Selanjutnya, seperti konser anakanak Gang Potlot lainnya, keringan menyertai ribuan penontonnya, saat nomornomor legendaris seperti "Terlalu Manis", "Pandangan Pertama," "Orkes Sakit Hati," "Tong Kosong",
"Ku Tak Bisa", "Pala Lo Peyang," "Kamu Harus Pulang," dan "Nge-Slank Rame Rame".
Slank yang turun panggung pukul 23.30 seperti menjadi gong gelaran Mocosik, Book and Music Festival. Sebuah festival tahunan yang pertama kali digelar pada 2017. Pada tahun yang kedua ini, Mocosik festival lebih banyak membawa konsep yang tergolong baru dan lebih berani dibandingkan dengan festival yang diselenggaran pada tahun pertama.
Sebut saja pameran arsip oleh Buldanul Khuri, praktisi dunia perbukuan Jogja yang telah berkarya di dunia buku selama lebih daei 25 tahun, yang baru kali ini diselenggarakan, ternyata mengundang animo pengunjung yang sangat bagus.
Bahkan Seno Gumira Ajidarma bersaksi, di even ini, buku ditempatkan di tempat yang terhormat, bersisian dengan dunia musik, yang acap dicitrakan dengan generasi zaman now.
Festival yang diinisiasi Rajawali Indonesia Communication dan didukung PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk itu, juga menggelqr bazar buku, pameran arsip, dan talkshow dari beberapa penggiat literasi yang bertemu secara langsung dengan pengunjung festival. Di luar sejumlah konser musik, selama tiga hari berturut-turut.
Simaklah pengakuan Aan Mansyur, penulis dan penggiat literasi kelahiran Bone, Sulawesi Selatan. Ia merasakan sesuatu ketika harus bersinggungan langsung dengan para pengunjung di hari terakhir penyelenggaraannya, Minggu (22/4).
Menurutnya Mocosik Festival merupakan sebuah siasat yang lebih kreatif untuk mengajak orang membaca buku. Hal itu dapat iatangkap dan dirasakannya yang sebenarnya ingin terlibat secara langsung sejak tahun lalu.
“Dengan menggabungkan musik dan buku, saya kira ini adalah sebuah siasat yang sangat menarik untuk mecairkan dua produk budaya itu secara bersamaan," katanya.
Dia membayangkan anak-anak muda yang tidak begitu suka membaca yang ngefans sama musisi-musisi yang dilibatkan di sini. Ketika mereka melihat buku, mereka langsung datang dan akhirnya penasaran sama buku, membawa pulang buku serta membaca buku yang telah mereka bawa ke rumah, "Ini sangat menarik,” katanya.
Aan menambahkan, buku kadung dicitrakan sebuah karya budaya yang dianggap tua, sehingga keberadaannya tidak terlalu dekat dengan anak muda, jika dibandingkan dengan produk budaya lainnya.
Dengan adanya Mocosik Festival ia berpendapat, momen ini menjadi sebuah kolaborasi yang sangat tepat untuk mendekatkan buku dengan mengkolaborasikannya bersama musik.
“Dunia buku harus melakukan kolaborasi seperti yang dilakukan oleh Mocosik Festival, sehingga buku bisa berada dekat dengan anak muda,” katanya.
Hal senada dikatakan Tulus. Dia mengaku bisa terlibat dalam festival ini adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga.
Dengan Mocosik Festival menurutnya, bisa membangkitkan kembali semangat untuk membaca seseorang, terutama para anak muda. Ia berpendapat, dengan membaca bisa menstimulasi cara seseorang untuk memproduksi kalimat yang ingin ditulisnya.
“Kalau menurut saya buku itu bisa menstimulasi cara kita memproduksi kalimat. Dengan membaca buku, itu pun bisa menstimulasi bagaimana cara kita dalam berpikir, memproduksi kalimat dan lainnya. Dan hal ini adalah langkah yang tepat yang dilakukan oleh Mocosik untuk mendekatkan buku kepada masyarakat,” katanya.
Sebagai penutup dari festival tahunan ini, Mocosik Festival 2018 juga menampilkan Sirkus Barock, dan Glenn Fredly.
Bersama Slank, Sirkus Barock dan Glenn Fredly, mereka menjadi musisi pamungkas even tahunan itu.
(Benny Benke /SMNetwork /CN19 )