image

Foto: Kompasiana

29 Januari 2018 | 18:44 WIB | Pringgitan

Menguji Hasta Brata Calon Kepala Daerah

Menjelang Pilkada Serentak tahun ini, partai politik berlomba-lomba mengusung calon. Untuk merebut hati rakyat, banyak cara dilakukan. Mulai dari blusukan sampai menawarkan janji-janji program. Tapi ada satu hal yang barangkali luput dari penilaian, yakni Hasta Brata para calon.

Apa itu Hasta Brata? Hasta Brata berasal dari bahasa Sansekerta. Hasta artinya delapan dan Brata yaitu perilaku atau tindakan pengendalian diri. Hasta Brata melambangkan kepemimpinan dalam delapan unsur alam, yakni bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan bintang. Tiap unsur Hasta Brata mengartikan karakteristik ideal dari seorang pemimpin.

Ilmu Hasta Brata  berasal dari kitab Hindu berbahasa Sansekerta “Manawa Dharma Sastra”. Dalam kitab ini disebutkan, tindakan seorang pemimpin mencerminkan karakter para dewa. Konon, pemimpin yang menguasai ilmu Hasta Brata ini akan mampu melakukan internalisasi diri ke dalam delapan sifat agung tersebut.

Istilah ini kemudian mulai diperkenalkan melalui lakon pewayangan Wahyu Makutharama. Diceritakan, dua orang titisan Bathara Wisnu Sri Rama Wijaya (Raja Ayodya) dan  Sri Bathara Kresna (Raja Dwarawati) yang menguasai ilmu Hasta Brata mampu menjadi raja yang besar. Sri Bathara Kresna kemudian menurunkan ilmu ini kepada  Arjuna. Dengan Ilmu Hasta Brata ini pulalah Arjuna mampu melakukan koreksi terhadap kepemimpinan Dasa Muka yang dikenal arogan dan angkara murka.

Berikut kedelapan unsur alam semesta tersebut beserta dewa dan sifat-sifatnya.

1. Mulat Laku Jantraning Bantala (Bumi ; Bethara Wisnu)
2. Mulat Laku Jantraning Surya (Matahari ; Bethara Surya)
3. Mulat Laku Jantraning Kartika (Bintang ; Bethara Ismaya)
4. Mulat Laku Jantraning Candra (Rembulan ; Bethari Ratih)
5. Mulat Laku Jantraning Samodra atau Tirta (Bathara Baruna)
6. Mulat Laku Jantraning Akasa (Langit ; Bathara Indra)
7. Mulat Laku Jantraning Maruta (Angin ; Bathara Bayu)
8. Mulat Laku Jantraning Agni (Api ; Bethara Brahma)

Yasadipura I (1729-1803 M), pujangga keraton Surakarta menuliskan Hasta Brata sebagai delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru filosofi atau sifat alam, yaitu:

1. Mahambeg Mring Kismo (meniru sifat bumi). Bumi diibaratkan sebagai ibu pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumi memiliki peran sebagai ibu, yang memiliki sifat keibuan, yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan pengayom bagi makhluk yang hidup di bumi.

2. Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air). Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan siapapun termasuk pengikutnya (adaptif). Air selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus memperhatikan potensi, kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan atasannya.

3. Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin). Pemimpin yang menguasai sifat Angin adalah ia yang selalu terukur bicaranya (tidak asal ngomong), setiap perkataannya selalu disertai argumentasi serta dilengkapi data dan fakta. Dengan demikian, pemimpin yang menguasai sifat Angin ini akan selalu melakukan check and recheck sebelum berbicara atau mengambil keputusan.

4.Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan). dalam memperlakukan anak buahnya, seorang pemimpin harus dilandasi oleh aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan martabat pengikutnya sebagai sesama, atau nguwongke. Ia juga harus menjadi penuntun dan memberikan pencerahan.

5. Mahambeg Mring Suryo (meniru sifat matahari). Seorang pemimpin yang menguasai sifat Matahari harus mampu memberikan inspirasi dan semangat kepada rakyatnya untuk menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Energi positif seorang pemimpin dapat memberi petunjuk dan solusi atas masalah yang dihadapi pengikutnya.

6. Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/samudra). Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan hati dan pandangan, dapat menampung semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian terhadap rakyatnya. Pemimpin harus memiliki wawasan yang luas dan dalam, seluas dan sedalam samudra.

7. Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung). Layaknya sifat gunung yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya.

8. Mahambeg Mring Dahono (meniru sifat api). Seorang pemimpin yang menguasai sifat Api adalah ia yang cekatan dan tuntas dalam menyelesaikan persoalan. Juga selalu konsisten dan objektif dalam menegakkan aturan, tegas, tidak pandang bulu dan objektif, serta tidak memihak.

(Berbagai sumber /SMNetwork /CN41 )