30 April 2018 | Berita Utama

Sistem JKN Perlu Segera Diperbaiki

JAKARTA- Menjelang Universal Health Coverage (UHC) 2019, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlu segera diperbaiki.

Selama ini, PB IDI menyatakan banyak kelemahan dalam sistem JKN yang bermuara pada defisit anggaran setiap tahun dan memicu penurunan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Karena itu, untuk dalam rangka perbaikan sistem JKN, PB IDI menyelenggarakan acara debat publik di Gedung Stovia Jakarta.

Debat publik itu sekaligus dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Sedunia yang tahun ini fokus pada Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage). Debat publik merupakan salah satu bentuk komitmen PB IDI untuk menyukseskan JKN yang dikelola oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K). Program juga sebagai bentuk dukungan terhadap perbaikan sistem kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bermutu berdasar standar pelayanan kedokteran dan berorientasi kepada keselamatan pasien. ''Melalui debat publik ini, PB IDI membangkitkan kesadaran publik akan permasalahan JKN dan mengoptimalkan dukungan publik dalam perbaikan JKN serta memberikan masukan konstruktif guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, karena keberhasilan JKN adalah tanggung jawab bersama dan semua pihak hendaknya turut mensukseskan Universal Health Coverage yang prorakyat,'' ujar Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis melalui keterangan resmi, Sabtu (28/4).

Menurutnya, memasuki tahun kelima pelaksanaan sistem JKN telah menuai berbagai masalah yang semakin kompleks sehingga perlu perbaikan sistem JKN agar dapat tetap berjalan dengan baik dan bermanfaat untuk rakyat Indonesia secara optimal.

Faktor Hulu

Isu defisit dana JKN yang terjadi setiap tahun, diyakini terjadi karena faktor hulu penetapan nilai fundamental premi yang tidak sesuai (miss match) dengan nilai keekonomian. Hal tersebut berdampak pada penentuan tarif kapitasi dan INA-CBGís sebagai sistem tarif paket berbasis risiko pada pelayanan kesehatan juga menjadi lebih rendah dari nilai keekonomian biaya pelayanan kesehatan yang seharusnya.

Selain itu, masih ada permasalahan distribusi peserta di fasilitas kesehatan tingkat primer yang tidak merata dan belum menerapkan sistem keadilan. Akibatnya, pemerataan kesehatan sulit tercapai dan upaya promotif dan preventif tidak dapat berjalan maksimal. Terlebih, pelaksanaan program JKN tidak didukung oleh ketersediaan jumlah obat dan alat kesehatan dalam jumlah cukup dan sering terjadi kekosongan obat. Melalui debat publik ini, PB IDI mengimbau terkait perbaikan JKN dalam menghadapi Universal Health Coverage.

Pertama, Setiap dokter di Indonesia harus memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan dan keselamatan pasien yang utama dalam menjalankan tugas dan berkomitmen untuk melaksanakan Good Clinical and Corporate Governance bersamasama fasilitas kesehatan.

Kedua, mengutamakan peran puskesmas sebagai garda terdepan usaha promotif dan preventif.

Ketiga, Dukungan negara terhadap peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, sumber daya tenaga medis dan tenaga kesehatan dan obat obatan baik di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta.

Keempat, peninjauan kembali anggaran JKN agar dapat memenuhi manfaat JKN kepada peserta. Kelima, perbaikan menyeluruh tarif INA-CBG’s yang berbasis TDABC Integrate Care Pathway dan sesuai dengan sesuai standar pelayanan kedokteran. Keenam, revisi Permenkes No 56 Tahun 2016 Pasal 14 ayat (1) tentang pengelompokan tarif sesuai kelas rumah sakit. Hal ini menghambat penyebaran dokter ke RS tipe C dan D. Padahal RS tipe C dan D terbanyak di Indonesia dan bertentangan dengan prinsip keadilan.(bn-50)