image
08 April 2018 | Yunior

Cerita Mini

Pelangi Putih

  • Oleh Anton Dwi Ratno

Feri menekan ujung selang air dengan jempolnya kuat-kuat. Lalu menyemprotkan semburan air ke atas. Seketika cahaya matahari yang menembus butiran-butiran air membentuk pelangi. Feri pun senang.

Percobaannya berhasil. Sore itu adalah pengalaman pertama Feri membuat pelangi buatan. Ia melakukan itu setelah mendapat pelajaran tentang cara membuat pelangi di sekolah siang tadi. Karena penasaran, Feri mengajak Kissa, sang adik, untuk menemani di halaman rumah. “Wah, indah sekali. Kakak hebat!” puji Kissa sekaligus terkagum-kagum.

Feri tersenyum bangga. Dengan senang hati, murid kelas empat itu membagikan pengetahuannya kepada adik perempuannya. “Jadi begitu ya, Kak. Hanya menggunakan selang air, keran air, dan menyemprotkan air ke atas, kita sudah bisa melihat pelangi,” kata Kissa penuh ceria. “Ya, Kissa. Mudah, kan?” sambung Feri. Kissa manggut-manggut.

Ayah yang sedang mencuci motor senang mendengarnya. Ayah bangga. Berkat Feri, Kissa yang masih kelas dua jadi tahu asal-usul pelangi. Mata Kissa masih berbinar, memandang pelangi buatan Feri. Namun, tiba-tiba pelangi itu perlahan menghilang. Kissa bingung. Ia pun bertanya kepada sang kakak. “Lho, pelanginya ke mana, Kak?” Feri mengalihkan jempolnya dari mulut selang.

Lalu melihat ke atas. Tampak awan kelabu bergulung-gulung menutupi langit biru dan matahari. Hari itu cuaca memang tak menentu, sebentar panas, sebentar gerimis. “Sebaiknya kita berhenti main air, Kissa. Cuaca mendung. Percuma pelanginya tak akan muncul,” ucap Feri menjelaskan. “Kita lanjut lagi besok ya, sepulang dari sekolah,” tambahnya, sambil mengajak Kissa masuk ke dalam rumah.

***

Senja berlalu. Kissa menyibak gorden jendela. Di luar tampak gelap dan gerimis. Sungguh, suasana yang pas buat makan gorengan, batin Kissa. Dia melirik sang kakak yang kebetulan melihatnya juga. Dengan malu-malu Kissa mengajak makan gorengan. “Wah mantap sekali itu, Kissa!” ujar Feri.

Mereka pun berangkat bersama ke warung Bu Lasmi. Tak lupa membawa payung. Ketika Feri dan Kissa hampir mendekati pagar halaman, mendadak Kissa terkejut. Tanpa sengaja, Kissa melihat penampakan aneh di langit gelap. “Kak! Apa itu?” seru Kissa sekaligus bertanya kepada sang kakak. Feri berhenti. Seketika matanya terbelalak melihat garis kabut yang melengkung menyerupai pelangi. Karena berwarna putih, garis itu terlihat jelas di antara warna langit yang gelap. Feri tak tahu.

Apakah penampakan itu fenomena alam? “Ayah, Ibu...” teriak Feri memanggil. “Ada apa, Feri?” tanya Ayah yang datang menghampiri lebih dulu. Disusul dengan Ibu. “Itu. Yah, Bu. Apa itu?” kata Feri terbata- bata sambil menunjuk ke langit. Sontak Ayah dan Ibu terkejut melihatnya.

Tapi Ayah sepertinya tahu penampakan apa itu sebenarnya. “Wah, ini fenomena langka. Kita beruntung bisa melihat pelangi putih atau pelangi tanpa warna ini,” cetus Ayah. Feri, Kissa, dan Ibu bersamaan melihat wajah Ayah. “Pelangi putih? Pelangi tanpa warna? Memangnya pelangi seperti itu ada, Yah?” tanya Feri kemudian. “Ya. Ada, Feri,” jawab Ayah. “Pelangi itu terjadi di malam hari, akibat pembiasan cahaya bulan pada air.

Karena cahaya bulan tak seterang matahari, jadinya pelangi itu terlihat putih. Pelangi itu sebetulnya sama seperti pelangi yang sering kita jumpai. Hanya, warnawarninya tipis sekali sehingga tak tertangkap oleh mata kita,” papar Ayah panjang lebar. “Tapi, kenapa kita jarang sekali melihat pelangi seperti ini, Yah?” tanya Ibu terheran- heran. “Itu karena posisi cahaya bulan harus tepat menyinari butiran air. Selain itu, bulan harus dalam keadaan utuh. Maksudnya, bulan purnama.

Oiya, pelangi putih sering muncul di daerah air terjun Victoria, lo. Sebuah tempat perbatasan antara negara Zambia dan Zimbabwe,” celoteh Ayah. Feri, Kissa, dan Ibu akhirnya mengerti, lalu membalikan badan. Melihat bulan. Bulan memang sedang purnama. Ternyata pelangi aneh itu punya kesamaan dengan pelangi umumnya.

Dari warnanya yang sebenarnya warnawarni serta proses pembentukannya pun sama. Hanya, melihat pelangi aneh itu dengan membelakangi bulan. Ayah tak ingin melewatkan kesempatan langka itu. Ayah bergegas mengambil kamera kesayangannya dan segera mengabadikan lewat gambar. Setelah siap, mereka bergantian berfoto dengan latar belakang pelangi tanpa warna. Beberapa menit kemudian, pelangi itu perlahan pudar dan hilang. Pelangi itu memang tak bertahan lama karena pergerakan bulan.

Meski begitu setidaknya mereka sudah punya bukti, bahwa pelangi itu tak hanya warna-warni tetapi masih ada pelangi lain. Yaitu pelangi putih atau pelangi tanpa warna. Kissa sangat senang. Malam itu dia mendapat pengetahuan tambahan soal pelangi. Begitu pun Feri. Kini Feri tak hanya tahu tentang cara membuat pelangi buatan. Tetapi dia juga tahu tentang pelangi tanpa warna.(58)